Minggu, 04 Desember 2016

Filled Under: , , , ,

Perempuan Cermin

Perempuan cermin, search image here

Aku sudah terbiasa hidup dalam cermin. Mulanya aku menggunakan cermin sebagai tempatku bersembunyi dari kemarahan Ayah. Ayah tidak dapat menemukanku di dalam cermin. Berbeda dengan Ibu, ia dapat melihatku. Dengan wajah penuh lebam Ibu menangis dan menyuruhku bersembunyi dalam cermin. Bahkan sebelum kematiannya Ibu berwasiat agar aku tetap hidup di dalam cermin, bersembunyi dari Ayah yang kejam. Mulai saat itu cermin menjadi rumah bagiku.

Aku menemukan segalanya dari cermin. Aku melihat semua kepura-puraan manusia dengan cinta rupa kata tak bermakna. Aku tertawa bak anak kecil yang bermain dengan kawan sebayanya. Melihat kelucuan manusia membuatku enggan keluar dari cermin. Aku juga enggan merasakan cinta yang kupercayai sebagai sebuah kebohongan. Aku tak ingin berjodoh sampai benar-benar kutemukan lelaki yang dapat menjadi cermin bagiku.

Aku melihat lelaki itu suatu hari, lelaki yang kuidamkan. Lelaki yang serupa cermin bagiku. Ia menarikku keluar dari cermin tanpa kegelisahan. Aku lupa kepura-puraan manusia yang kupelajari dari dalam cermin. Nyatanya lelaki itu juga belajar dari cermin, belajar tentang kepura-puraan yang dibuat manusia. Aku hanya tersenyum sinis melihat kepura-puraan cinta itu ada dalam diri seorang yang kucintai. Cermin yang kumiliki pecah, serpihannya merajam tubuhku.

“Aku benci kebohonganmu. Bunuh saja aku!”


Ditulis oleh, Innocento Dyah Nurmala
Malang, 3 Desember 2016

*Tulisan ini diikut sertakan dalam #Event_Juang1 #FiksiMini (Kontes menulis khusus bagi peserta AMJ) 

0 komentar:

Posting Komentar