Sabtu, 22 Juni 2019

Usia Senja Tak Memengaruhi Semangat Muda Sang Pengayuh Becak

Dokumentasi Pribadi

Di sebuah desa tepatnya di desa Salam Kidul, Kudus, Jawa Tengah, hiduplah sepasang suami istri, beliau ialah Bapak Mardikan beserta istri tercinta Ibu Kamiseh. Bapak Mardikan mempunyai tiga orang anak, dua putra dan satu putri. Ketiga anaknya telah menikah dan kini mereka telah memiliki kehidupan masing-masing.

Di usia yang menginjak senja, Bapak Mardikan dengan gigih tetap mencari nafkah demi menyambung hidupnya. Beliau berprofesi sebagai tukang becak.

Meski sudah tua, becak usang yang dikayuhnya setiap hari masih sangat kuat untuk menopang beban berat. Setiap hari becak dibersihkan dan dirawat agar memberikan kenyamanan kepada penumpang nantinya. Setelah becak siap, lalu Pak Mardikan berangkat mencari nafkah.

 Bapak Mardikan merupakan salah satu tukang becak yang masih bertahan hingga saat ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa transportasi becak mulai kehilangan peminat di zaman modern ini. Namun, beliau tetap setia melanjutkan profesi yang telah bertahun-tahun digelutinya itu. Kurang lebih selama 25 tahun beliau menjalankan profesinya sebagai tukang becak.

Sebelum beralih menjadi tukang becak, dahulu Bapak Mardikan merupakan karyawan di sebuah pabrik percetakan, akan tetapi semua tak berjalan lancar. Pabrik tersebut bangkrut dan mengharuskan beliau untuk mencari pekerjaan baru. Hingga akhirnya beliau menemukan pekerjaan yang kini ditekuninya hingga sekarang.

Di depan toko Mas Kupu atau di sekitar Pasar Kliwon merupakan tempat pangkal becak milik Bapak Mardikan. Di tempat itulah beliau menunggu penumpang yang lalu-lalang ddi sekitar pasar. Biasanya beliau mulai berangkat bekerja dari pukul sembilan pagi hingga empat sore. Penghasilan yang didapat pun tidak menentu, akan tetapi bagi beliau yang penting bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama istrinya.

Ibu Kamiseh tentu sangat bersyukur mempunyai suami yang sabar dan tegar seperti Bapak Mardikan. Bapak Mardikan tetap setia berada di sisi Ibu Kamiseh yang selama kurang lebih tiga tahun ini menderita diabetes. Beruntungnya beliau mempunyai kartu BPJS, setidaknya dapat meringankan biaya pengobatan sang istri. Hanya iringan do'a yang kini menjadi harapan utama agar diberi kesembuhan serta kekuatan.

Terkadang mengeluh menjadi satu-satunya hal yang biasa dilakukan seseorang dalam kondisi terpuruk. Namun, melihat perjuangan Bapak Mardikan, seorang pengayuh becak yang masih tekun bekerja hingga di usia senja, merupakan suatu hal yang menjadi inspirasi kita agar bisa menjalani hidup dengan kerja keras tanpa mengeluh dan jangan menyerah selagi kita masih diberi kesehatan oleh Sang Pencipta. Luar biasa. Dua kata yang menjadi perwakilan betapa hebatnya kehidupan seorang pengayuh becak bernama Bapak Mardikan.

Penulis: Riza Maulida, Mahasiswi IAIN Kudus

Mereguk Mutiara Terpendam di Pantai Bondo Jepara

Dokumentasi Pribadi

Jepara salah satu kota dengan memiliki sejuta cerita di dalamnya, dimulai dari sejarah, kebudayaan, kuliner, keramahan penduduk dan juga keindahan alamnya. Siapa sangka bahwa kota dengan julukan Kota Ukir ini memiliki pesona keindahan supereksotis, seperti pantai.
Jum’at, 14 Juni 2019 sekumpulan mahasiswa pergi ke Jepara untuk menghilangkan penat dari rutinitas dunia perkuliahan. Pukul 10.00 berangkat menggunakan dua motor ke Jepara bermodal nekat dan Google Maps. Rencananya segerombolan remaja ini akan mengunjungi destinasi wisata yang ada di Jepara dan meng-explore-nya lebih dalam.

Jalan raya Jepara sedang lengang seakan jalan ini dibuat khusus untuk kami.  Selain itu cuaca hari ini sangat indah awan-awan berjejer dan terik hangat matahari seakan mendorong kami segera menemukan mutiara yang terpendam di kota. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam dan berkeliling menikmati kota Jepara tibalah kami di Mlonggo Jepara. Kami memutuskan untuk istirahat sejenak dan shalat. Sebelum berkelana lagi mencari hal-hal baru yang ada di Jepara. Saat istirahat kami mendengar dua orang yang berbincang-bincang, mereka sedang membahas Pantai Bondo. Sebagai pendatang baru di Jepara kami penasaran. Kami pun mengikuti dua remaja itu.

Tak sia-sia kami mengikuti dua remaja itu. Rasa lelah dan rasa penasaran terbayar akan indahnya perjalanan ke Pantai Bondo. Saat masuk ke pertigaan arah pantai, gapura berdiri kokoh menyambut kami, tertulis “Selamat datang di Pantai Bondo” dan di belakangnya terdapat pohon-pohon hijau dan rumah-rumah berjajar terlihat rindang dan nyaman yang memanjakan mata kami. Ditambah lagi tak jauh dari itu terdapat hamparan sawah nan hijau yang membuat mata kami merasa takjub dan menambah rasa penasaran kami akan keindahannya.

Sesampainya di sana terdapat pantai tersembunyi oleh rindangnya pepohonan. Kami buru-buru memakirkan motor dan segera menikmati view yang terhampar di depan mata.  Apakah kalian tahu tentang Pantai Bondo? Pantai Bondo memiliki pasir putih yang indah, dipadu-padankan dengan angin semilir tak begitu kencang, ditambah memiliki air bersih bening. Pantai ini terasa asri nan bersih. Selain itu Pantai Bondo cocok untuk liburan keluarga, pantai ini memiliki ombak yang kecil bahkan cenderung tenang dan terdapat warung-warung atau masyarakat sini menyebutnya kafe yang menyuguhkan makanan dan minuman jika pengunjung lupa membawa bekal. Yang paling penting masuk ke pantai tidak dikenakan tiket alias free.

Di pantai, kami bermain kejar-kejaran, bermain pasir, berenang, berjemur, bersantai sambil menikmati suasana. Tak lupa ritual generasi milineal yang ada di jiwa kami adalah berfoto untuk mengabadikan moment menyenangkan ini. Lelah hati dan pikiran akan dunia perkuliahan lenyap seketika, sungguh membuat mata kami terhipnotis akan pemandangan luar biasa. Selain itu jangan lupa dengan nuansa sunset-nya. Pergi ke pantai tak lengkap rasanya jika tak melihat panorama sunset, bukan? Dari sini bisa melihat warna jingga yang dihasilkan, membuat mata kami tak henti-hentinya mendongak, mengaguminya.

Sungguh Indonesia itu indah, tak heran banyak pelancong luar negeri rela jauh-jauh datang ke sini hanya untuk menikmati keindahan alam yang disuguhkan. Namun sebagai penikmat keindahan, agar terjaga keasrian dan kelestariannya terkadang lupa akan jejak yang ditinggalkan setelah puas menikmati. Cukuplah hanya jejak kaki yang menjadi kenangan untuk tempat itu, jangan ada jejak lain yang akan menodai keindahan tempat tersebut.


Penulis: Dwi Ana Wijayanti, Mahasiswi IAIN Kudus