Jumat, 09 Desember 2016

Filled Under: , , ,

Butiran Tasbih Tukang Sapu



Aku di pinggiran jalan sendiri berdiri sambil menunggu bis. Sorot mataku lurus tertuju pada perempuan paruh baya di seberang jalan sana. Terlihat dengan khusyu' ia menyapu setiap lembaran sampah yang berserakan. Sesekali ia mengelap keringat di dahi dengan handuk kecil yang disampirkan di belakang leher.

Terik mentari yang menyengat tidak menghanguskan semangatnya. Ia selalu melempar senyum kepada orang-orang yang lewat. Kendaraan yang melaju begitu kencang seringkali membuat sampah-sampah yang telah dikumpulkannya kembali berhamburan. Wajahnya malah tersenyum. Ia mengumpulkan lagi satu-persatu sampah tadi dengan sapu lidi.
Berulangkali seperti itu. Namun ia dengan sabar mengumpulkan sampah itu lagi, lagi dan lagi, untuk kemudian memasukkannya ke dalam tempat sampah. Aku tak tahan.

Kuhampiri perempuan tangguh itu, keriput di wajahnya terlihat jelas dari dekat. Begitu pula kucuran keringat di dahinya.

"Bu, kok ibu tidak marah, sih, waktu kendaraan-kendaraan itu lewat dan menghamburkan sampah yang susah payah ibu bersihkan?" tanyaku.

"Ini sudah tugasku, Nak. Dengan cara ini aku bisa dekat dengan Tuhan. Bagiku setiap potongan sampah itu adalah butiran tasbih. Ketika aku mengambilnya, ada rasa syukur. Karena di sinilah aku berjuang menghidupi keluarga," jawabnya, membuatku terharu.

Aku saja terkena panas sebentar karena menunggu bis yang tak datang-datang sudah menggerutu kesal...



Ditulis oleh: I'anatus Sholihah, Semarang.

*Tulisan ini diikut sertakan dalam #Event_Juang1 #FiksiMini (Kontes menulis khusus bagi peserta AMJ)

0 komentar:

Posting Komentar