Rabu, 14 Desember 2016

Filled Under: , ,

Mematung


Aku sempat bertanya-tanya dengan apa yang berada di sampingku saat ini. Seperti benda mati, tetapi sangat menyerupai makhluk hidup. Jangan-jangan... ini kamu? Atau dia? Sepuluh menit lebih aku bergulat dengan perasaan dan pikiran . Berkarat dan gersang. 
"Apa ini? Ia memiliki mata!" seruku dalam hati. Benarkah itu mata? Tapi ia tak mengerling, tak sudi menatapku walau hanya sedetik saja.

“Hai, kau dapat mendengarku?” sapaku dengan nada lirih dan gemetar. Ketakutanku semakin menjadi. Tak dapat kutampik bahwa aku menginginkan patung ini kembali berbicara, seperti dua minggu lalu, saat terakhir kami bertemu.

“Bicaralah, aku ingin kau bicara, Rumi! Buktikan pada mereka bahwa kau bukan patung yang hanya bisa mematung! Cepat ambil buku ini! Bacalah, kemudian gunakan buku ini untuk menyumpal mulut anjing yang terus menggonggong itu! Bacalah Rumi!”

Rumi mulai mengambil buku yang berada di tanganku, “Baiklah, aku akan membacanya.”
Aku tertegun menatapnya dalam-dalam. Ia sahabatku yang selama ini mengajarkanku tentang ketenangan. Ia begitu anggun dan cerdas, tak heran jika semua orang menganggapnya seperti patung, karena kecerdasannya terbalut oleh ketenangan yang selalu ia tanamkan.


Ditulis oleh: Titin Amelia 

*Tulisan ini diikutkan dalam #Event_Juang1 #FiksiMini (Kontes menulis khusus bagi peserta AMJ)



0 komentar:

Posting Komentar