Selasa, 10 Januari 2017

Filled Under: , , , , , , , , , , , , ,

Pesona Miss X



Oleh : GMsaivul


------------
Siang hari udara terasa panas. Matahari bersinar begitu terik. Udara khas daerah pesisir pantai. Merubah kulit siapa saja perlahan menjadi kecokelatan. Meski begitu aku tetap menyukai tempat ini.
Kota kelahiranku. Kalau kalian ingin mencari furniture, kotaku adalah yang nomor satu. Tidak perlu aku sebutkan kalian juga tahu.

Aku berkunjung ke gedung berlantai dua, sesampainya di sana aku segera menaiki anak tangga. Beban tas di punggung jadi semakin terasa berat. Petugas gedung menyambut tersenyum ramah. Kubalas dengan senyuman tak kalah ramah. Setelah menekan monitor penghitung pengunjung, tanganku langsung sigap menyentuh mouse, mengetik tulisan di keyboard. Klik. Layar monitor berubah, bola mataku menyapu halaman layar tipis itu.

"Aha! Ini dia." Aku menemukan apa yang kucari. Aku pun balik kanan, kembali menghadap petugas gedung. Meminta kunci loker, menitipkan tas yang terasa semakin memberatkan.

Aku mengingat-ingat kode yang terpampang di monitor tadi. Melihat rak berjejer berisi buku-buku yang ditempeli stiker kode buku. Setelah menilik satu per satu, akhirnya aku menemukan buku yang dicari. Aku melihat sekeliling mencari tempat duduk yang kosong. Entah apa pasalnya, hari ini terasa berbeda. Perpustakaan ramai sekali oleh pengunjung. Hanya tersisa satu kursi di pojok ruangan. Kulihat ada gadis sendirian di sebelah kursi kosong tersebut.

Perlahan aku mendekatinya. Tampak wajah gadis itu begitu anggun. Rambutnya hitam legam, panjang sebahu, dengan kacamata menjepit ujung hidungnya menambah pancaran aura kepintaran gadis tersebut.

"Boleh aku duduk di sini?" Aku meminta ijin.

"Itu bukan kursi milikku," jawab gadis itu tanpa mengalihkan pandangan.

"Terima kasih."

Gadis itu tidak menjawab. Juga tidak menoleh. Apalagi senyum. Kulihat dia sedang membaca sesuatu, sebentar kemudian menuliskannya di buku kecil.

Aku mulai membaca novel yang kupegangi. Satu halaman telah kulahap habis, namun pikiranku seperti tidak memahami apa yang kubaca. Sembari membaca aku juga memikirkan gadis cantik di sampingku. Hendak menyapanya sekali lagi, mengajak kenalan bila memungkinkan. Namun suaraku tak kunjung keluar.

Dua puluh menit berlalu, kuhabiskan hanya untuk membaca satu lembar novel, sisanya kuhabiskan memikirkan gadis berjaket biru muda di depan.

Bruk.

Salah satu majalah di meja kami terjatuh. Aku hendak mengambilnya, namun gerakan tangan, Miss X lebih cepat dariku.

"Ayolah ini kesempatanku, ajak ia bicara." Aku membujuk diri sendiri. Namun tetap saja bibirku kaku. Tidak pernah sepatah kata pun dari mulutku hingga gadis itu pergi tiga jam kemudian.

"Hahahaha kamu cemen banget si, If," ejek Pamungkas saat aku curhat padanya. Pamungkas adalah teman baikku di kantor. Ia sengaja betul menggodaku dengan menyebut-nyebut gadis yang akhirnya kami menyebut Miss X. Karena tak kunjung tahu namanya.

Jadilah aku setiap hari lebih rajin menyambangi perpustakaan. Kalau biasanya sebulan sekali, sekarang jadi sehari sekali saat jam istirahat tiba. selalu menunggu di kursi yang sama. Berharap bertemu lagi dengan Miss X dan mengajaknya berkenalan.

Hari Sabtu tiba, tepat seminggu berlalu ketika aku bertemu dengannya pertama kali. Benar saja Miss X sudah duduk manis di sana saat aku tiba di "jendela besar" itu. Namun tetap saja tidak ada kemajuan. Aku mengumpat diri sendiri. Hal ini terus berlanjut hingga setahun berlalu. Aku tetap tidak tahu nama asli Miss X.

Resah dengan keadaan, aku mencoba meminta Pamungkas untuk mengajak kenalan Sabtu minggu depan. Siapa tahu dia berhasil, sedang aku mengerjakan hal lain.

"Pagi, Pam, bagaimana? Kamu sudah tahu nama Miss X?" Aku menyapa Pamungkas hari Senin saat kami bertemu.

"Belum, If. Benar katamu kecantikan Miss X sangat memesona. Aku sampai tak bisa berkata-kata." Pamungkas menjelaskan dengan nada sebal.

Tak menyerah aku, hingga terjadi kejadian yang membuat Miss X benar-benar menghilang.

Waktu itu hari Sabtu yang kesekian kalinya aku ke perpustakaan. Duduk bersandingan Miss X. Aku membaca novel yang tak pernah paham akan isi tulisan di dalamnya. Sedangkan Miss X selalu membaca dan mencatat.

"Im so lonely broken angel.
Im so lonely broken angel."

Terdengar sebuah lagu mengalun sendu. Rupanya nada dering telepon milik Miss X.

"Iya, waalaikumsalam. Dengan saya sendiri." Miss X menjawab telephone sesaat setelah ia berdiri beranjak dari kursi.

"Alhamdulillah, baik, saya akan ke sana."

Wajahnya terlihat sumringah lalu buru-buru pergi. Meninggalkan aku yang termangu.

Aku menghela napas panjang, kecewa. Lagi-lagi gagal mengajaknya bicara. Saat hendak pulang hatiku terperanjat. Bola mataku terpaku pada sebuah buku kecil di atas meja.

'Bukankah ini buku Miss X?' Aku bergumam dalam hati. Saat aku berusaha mengejar turun ke lantai dasar ternyata tidak terburu. Aku tidak menemukan siapa-siapa di sana.

Kuputuskan menunggu Sabtu depan tiba, hendak mengembalikan buku kecil miliknya. Tapi sayang, Miss X tidak datang. Juga untuk Sabtu-Sabtu selanjutnya. Ia tak pernah terlihat lagi datang ke perpustakaan.

Penasaran dengan isi buku kecil itu. Berharap menemukan petunjuk yang ditinggalkan pemiliknya, aku membuka halaman pertama. Tertulis sebuah catatan kerangka novel, juga tulisan-tulisan lainnya. Semakin terperanjat saat aku melihat tertulis nama Alvi Zahra Al-Alvia di pojok kanan bawah buku kecil itu.

Bukankah dia teman akrabku di grup menulis online yang kukenal supel dan murah senyum? Tapi aslinya kok begitu?
-

Jepara, 20.11.2015
#IF


😃😃😋

0 komentar:

Posting Komentar