Sabtu, 07 Januari 2017

Filled Under:

Tentang Puisi dan Harta yang Berharga


Mas Adi Zamzam menyampaikan materi puisi

Hallo everyone, apa kabaaar?
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas sedikit tentang puisi dan sebuah harta yang berharga. Dalam materi kelas AMJ yang telah lalu, Mas Adi Zamzam selaku guru pengampu sudah mengutarakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun puisi. Nah, dari yang terekam di memori otak, saya akan menyampaikan ulang di sini.
Boleh, ya?



Oke, langsung saja.
Setelah jam di dinding  putih menempelkan dua garis di angka dua, Mas Adi memulai kelas dengan mengeluarkan sebuah buku seukuran kertas folio. Sempat saya memandang curiga apa gerangan isi buku itu? Belum sempat saya menanyakan, Mas Adi kemudian memberi jawaban.
"Ini adalah buku kumpulan puisi yang saya kumpulkan dari koran-koran. Saya potongi lalu menempelkannya lagi di sini. Bila sedang mau membuat puisi, saya masih sering baca-baca ini. "
Harta karun milik Mas Adi

Rupanya buku besar itu adalah sebuah kliping sastra yang disusun sejak lama. Sejak tahun awal-awal menggeluti sastra. Di dalamnya banyak karya dari banyak penulis yang sekarang boleh dikatakan masih eksis bergumul di ranah literasi, bahkan semakin matang. Seketika hati ini bergumam,"Harta Karun", nih.
Peserta AMJ serius mendengarkan materi

Mas Adi menjelaskan untuk menulis puisi tidak boleh asal. Puisi yang bernilai adalah puisi dengan makna mendalam.

Beberapa puisi yang dibahas di antaranya berjudul, Jalan ke Surga, dan Kambing Hitam.

Walaupun pendek, namun simbol-simbol yang dipilih telah mampu memiliki kekuatan sebuah pesan.
Berikut puisinya.
Isi dari "Harta karun"

Judul : Jalan ke Surga
Oleh : Joko Pinurbo

Jalan menuju kantor-Mu macet total
oleh antrean mobil-mobil curianku

Bagaimana? Pesan puisi di atas begitu kuat menyentil nurani, kan?
Tidak?
Oke, jika belum, mari kita lihat puisi selanjutnya.

Judul : Kambing Hitam
Oleh : Joko Pinurbo

Kambing hitam sebentar lagi akan disembelih
untuk korban persembahan
Kepada tukang jagal yang akan menggorok lehernya
ia berkata
Ketika lahir buluku warnanya putih

Sudah bisa menangkap maksudnya, kan? Yap! Ini lebih mirip ke cerita mini atau kalau boleh saya menyebutnya dengan puisi beralur cerita.
Dalam puisi di atas dikisahkan ada seekor kambing yang saat lahir berbulu putih namun ketika dewasa berubah menjadi hitam, jadilah kambing hitam. Yah, kalian tahulah kambing hitam adalah sebutan untuk orang yang dijadikan "tumbal" kejahatan yang tidak dilakukan.
Mas Adi sendiri menyampaikan bahwa dalam diksi puisi di atas per katanya memiliki makna bersimbol. Mulai dari disembelih, yang mungkin itu berarti dieksekusi. Kemudian korban persembahan yang mungkin berarti ada sebuah "panggung" rekaan yang dibuat-buat. Lalu dilanjut tukang jagal yang mungkin memiliki makna si eksekutor. Dan seterusnya.

Sekali lagi dalam berpuisi tidak boleh asal.
Waah, saya sendiri selama ini berpuisi hanya asal-asalan tanpa menggunakan simbol-simbol. Malah seringnya pakai diksi yang lugas, kalaupun tidak lugas justru mendayu-dayu.
Ini adalah pelajaran penting yang bisa saya petik hari ini.

Oh, iya. Mas Adi juga menyampaikan bahwa sebenarnya masih ada tiga lagi buku yang serupa. Berisi aneka karya sastra semisal cerpen maupun puisi yang juga dikumpulkan sejak lama. Namun sayang, ketiga-tiganya hancur dimakan binatang rayap. Hanya satu buku yang dibawanya sekaranglah yang terselamatkan.
 Hiks! Sedih banget mendengarnya.
Satu lagi pelajaran penting. Menyimpan buku di tempat yang baik akan dapat menyelamatkan harta yang berharga. Musuh utama mereka adalah air, jamur, rayap, dan tempat lembab. Jadi pastikan buku-buku kita berada di tempat yang tepat.

Hm, jadi teringat buku kumpulan puisi karya Bunda Helvy Tiana Rosa. Di dalam buku yang berjudul "Mata Ketiga Cinta" itu dijelaskan sebenarnya masih banyak coretan puisi yang dimiliki, namun hilang karena tidak ditempatkan secara aman.

Sudah dulu ya...
See you.

2 komentar: