Sabtu, 19 November 2016

Filled Under:

Belajar Menulis Puisi Bareng Bpk. Sunardi, Pujangga Jepara yang Pernah Jaya di Eranya

Puncak Rasa Rindu

Aku pernah merasakan kehilangan
Rasanya seperti pensil yang tak memiliki rautan
Seperti elektronik tanpa sumber dayanya
Kini aku, tiada berfungsi lagi



Aku pernah menggigit ketakutan
Melangkah takut
Mundur tak berani
Hingga aku pun hanya duduk diam menunggu
Bagai anak merpati kehilangan induknya

Wahai jiwa yang hatiku terpaut dengan hatinya
Kemarilah
Mendekatlah
Akan kubisikkan perasaanku

Tidakkah engkau tahu?
Di sini aku sungguh butuh kau
Bantu aku
Tatih aku dalam menentukan langkah
Menemukan arah lurus

Beritahu aku
Jalan mana lagi yang harus kulewati, Ibu?
Sesungguhnya aku masih ingin kau di sisiku
Bukan di sisi lelaki jahat itu

Jepara, 20-11-16


Kru AMJ berfoto bersama😍



Selamat pagi, Sahabat...
Aku tahu, saat kalian membaca ini boleh jadi siang, sore, ataupun malam, tetapi berhubung mimin menulisnya ketika matahari belum  piknik, jadilah kutulis begitu saja. Setuju ya...?
Setuju aja, deh. Kalau nggak setuju mimin ngambek loh.... :D (beraninya ngancam)
Bagaimana pendapat kalian tentang puisi di atas? Mimin tahu itu buruk.
Jangan diketawain. Nanti penulisnya--GMsaivul--nangis. Yah, namanya juga belajar, ya? Kalau sudah pintar, jadi guru aja deh. :)


Oke, sesuai judul di atas, materi kelas AMJ, Sabtu, 20/11/2016, kali ini membahas tentang puisi. Dibimbing langsung oleh Bpk. Sunardi.
Bapak Sunardi (batik merah) memberikan materi

Siapa beliau? Langsung saja kita kenalan yuk!

Laki-laki yang sering disapa dengan Pak Nardi ini bercerita awal kariernya dalam dunia tulis-menulis sudah dimulai sejak tahun 1990. (itu mimin sudah lahir belum ya?)
Saat itu katakanlah beliau menemukan surat kabar kemudian membacanya. Nah, ketika membaca, terbesit keinginan untuk mengisi di sana. Setidaknya salah satu rubrik di antaranya ingin ditembus.

Kemudian ia mencoba membuat cerpen, puisi, artikel, opini, esai, dlsnya. untuk dikirim ke media tadi.

Setelah berulang kali mengirim, setelah menerima penolakan demi penolakan akhirnya puisinya dimuat. Begitulah, "Sebagai penulis harus memiliki tekad dan keteguhan yang kuat agar keinginannya bisa terwujud," pesan Pak Nardi menatap ke seluruh anggota AMJ yang datang.
"Kalau masih belajar menulis," kata Pak Nardi lagi. "Tidak perlu mematok di masa depan nanti apakah akan menjadi penyair, cerpenis, novelis, jurnalis, atau gosh writer sekalipun. Tulis aja yang ingin ditulis. Yang namanya belajar, mah, dipelajari aja semuanya. Semua ilmu dicoba. Intinya jangan mempersempit ruang belajar. Kecuali jika kalian sudah sangat mahir membuat puisi dan tak ada keinginan sedikit pun menulis lain-lain. Boleh-boleh saja."

Setelah menceritakan awal kariernya, membahas apa saja yang diperlukan dalam merangkai puisi, beliau memberi kesempatan untuk bertanya.

Mimin sudah merangkumnya.
Pak Nardi menjelaskan, kalau ingin membuat puisi yang bagus, tidak ada gurunya. Beneran nggak ada. Karena sebuah tulisan dikatakan bagus atau tidak itu relatif. Sangat-sangat tergantung selera pembacanya.

Kita hanya membagikan pengalaman, proses kreatif, dan memberikan edukasi. Selebihnya kemampuan menulis sendiri bisa diasah seiring semakin banyak membaca, mempelajari dan praktek menulis.

Pak Nardi kembali menjawab, bahwa puisi lama dan puisi modern sudah sangat berbeda. Jika puisi lama menekankan bentuk rima, sajak, baris, dan jumlah kata yang memiliki patokan tertentu, puisi modern tidak. Ia lebih bebas. Tidak dipatok peraturan apa pun. Bahkan ada puisi yang hanya terdiri dari tiga kata. Pendek sekali, bukan?
Terakhir bapak berkemeja batik yang memiliki suara empuk ini menjawab, seseorang pernah berkata kepadaku, puisi itu seperti ibu dari kesusasteraan. Lewat puisilah awal mula terciptanya sebuah cerpen, novel, dan cerita-cerita lainnya. Puisi seperti sebuah ungkapan perasaan yang dimanifestasikan dalam sebuah karya tulis. Jadi, jangan berkecil hati bila ada media yang memberikan honor lebih kecil terhadap puisi dibanding karya lain. Tidak perlu. Sungguh tidak perlu. Karena sejatinya karya kita tidak bisa dibeli, mereka hanya meminjam hak ciptanya saja. File asli tetap ada di sini, (Pak Nardi menunjuk kepala) tetaplah menulis. Jangan berhenti sebelum kalian memang benar-benar ingin berhenti.

Wah, asyik sekali, bukan diskusi kita. Cukup segitu dulu ya, pembahasan kita. Mimin mau buat puisi.

Sampai ketemu lagi...
Selamat pagi... :)
Selfie bersama itu penting😂😂😍


5 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Tetep semangat. .ini nama, akunku ya, kak. Desi Astut

    BalasHapus
  3. Tetep semangat. .ini nama, akunku ya, kak. Desi Astut

    BalasHapus
  4. Bikin tambah semangat ajah. .

    BalasHapus
  5. Terima kasih ya Goresan Imajinasi (Desi A)��������

    BalasHapus