Jika
disuruh menuliskan semua prestasinya dibidang literasi, wah, bisa-bisa satu
buletin ini penuh. Memenangi berbagai lomba baik lokal maupun nasional,
karyanya tersebar di berbagai media koran dan majalah, termaktup dalam berbagai
antologi cerpen. Dan karya terbarunya sekarang adalah sebuah kumcer berjudul,
"Laba-laba yang Terus Merajut Sarangnya (UNSA Press, 2016)". Lelaki
yang menyukai musisi Ebiet G. Ade dan group band Letto ini selalu murah senyum
pada siapa saja.
Siapakah
lelaki itu?
Yap! Dia
adalah Nur Hadi atau akrab dipanggil Mas Adi Zamzam. Lahir di desa Banyuputih,
Kalinyamatan, Jepara, pada 1 Januari 1982. Pertama kali jatuh hati dengan dunia
literasi (terutama sastra) adalah ketika teman beliau--Agus Prayoga yang ketika
itu mondok di Pesantren Gontor Jatim--sering pulang dengan membawa oleh-oleh
Majalah An-Nida. Itu adalah majalah remaja Islami yang sebagian besar isinya
berupa cerpen (kisah inspiratif).
Sebelum
berani mengirimkan karya ke media cetak, sekitar tahun 2002 merupakan masa-masa
Mas Adi Zamzam menulis tanpa tujuan.
"Bejibun
puisi yang saya tulis ketika itu hanya berani saya kirimkan ke acara Bahana
Sastra-nya Radio RRI Semarang Pro II. Tentu saja sembari terus membaca karya-karya
para pendahulu. Titik cerah baru terlihat ketika mendapatkan juara harapan di
Lomba Menulis Cerpen Islami di Majalah UMMI (2004).Orang se-Balaidesa sempat
riuh ketika itu, lantaran mereka membuka dulu hadiah yang dikirimkan,"
ungkap lelaki berkacamata sambil tertawa saat mengenang masa lalunya.
Meski
saat itu beliau masih memakai mesin ketik manual (barang pinjaman pula), tapi
beliau sudah memantapkan niat untuk terjun ke dunia tulis-menulis. Beliau pun
mulai membuat kumpulan kliping naskah-naskah
literasi di koran-koran yang dibeli. Dari situlah beliau menekunkan diri
untuk belajar. Tahun 2010 ketika akhirnya mampu membeli komputer dan bertemu
kembali (di jejaring sosial Facebook) dengan kawan-kawan seangkatan di Majalah
An-Nida yang lebih dahulu go nasionalsalah
satunya adalah Guntur Alam, beliau diajari untuk melanglang ke
koran-koran.
Tentu
saja perjalanan Mas Adi dalam dunia literasi tidak mulus begitu saja. Banyak
hambatan menjagal, tetapi justru dari pengalaman itulah beliau banyak belajar.
Misalnya saja, dalam soal mengurus honor di media, terkadang karena kesalahan
teknis atau hal lain honor tidak bisa segera cair. Hal ini bisa diatasi dengan
memperbanyak akses pertemanan. Kemudian penolakan dari media. Sepertinya semua
penulis akan melewati fase ini. Dan
tentu saja hal tersebut bisa diatasi dengan semakin memperbanyak mengirim
karya. Semakin banyak karya yang dikirim semakin besar peluang agar dimuat.
Banyak-banyakin aja sabar dan penguatan mental. Ada lagi konflik argumentasi
antar penulis mengingatkan bahwa harus lebih bisa menjaga diri. 'Ejekan dari
orangtua saat awal-awal dulu, tapi kini malah sudah mendukung, dan hambatan
paling utama adalah bagaimana membagi waktu antara keluarga, pekerjaan, dan
menulis.
Dahulu
Mas Adi pernah bercita-cita menjadi guru lho, Sobat AMJ. Hal itu pernah
tercapai meskipun sekadar menjadi guru Madrasah Diniyah selama beberapa bulan.
Setelah tahu bahwa berlakon sebagai guru betulan itu susah--lebih tepatnya
berat, keinginan itu akhirnya kendur. Mas Adi juga pernah menginginkan menjadi
penulis besar, tetapi itu ternyata tidak semudah yang diharap. Cita-cita pun
kemudian menjadi sesuatu yang absurd bagi beliau. Ayah dari Embun itu akhirnya
memutuskan cita-citanya, "Biar mengalir saja mengikuti alur kehidupan."
Mas Adi
juga punya tips menulis efektif lho. Apakah itu? Kata beliau, "Baca, baca,
baca, lalu menulislah. Singkirkan teori-teori menulis yang bikin takut menulis
itu. Lalu menulislah saja! Pengiriman ke media massa bisa dijadikan
barometerapakah hasil belajar kita selama ini sudah memadai atau belum."
Penulis dan karya tulis
yang baik menurut Mas Adi Zamzam.
Menurut
Mas Adi, jawaban dari pertanyaan itu sebenarnya subyektif sekali. Tergantung
siapa yang jawab. Ujarnya, "Penulis yang baik adalah yang karya-karyanya
bagus secara literer, tidak sombong, tidak pelit berbagi ilmu, ada kesesuaian
antara laku dengan tulisan, dsb.
"Sedangkan
kategori karya yang baik ya
tentu ia yang meraih perhargaan kepenulisan, best
seller--meski tak semua karya best seller bagus--, terutama mampu memotivasi
pembaca untuk mengubah diri menjadi lebih baik."
Semoga sahabat AMJ bisa menjadi penulis dan
menghasilkan karya tulis yang baik.
Berhubung
bulan Februari katanya bulan identik akan cinta dan kasih sayang. Tim Buletin AMJ sedikit kepo, nih. Bagaimana
kisah asmara Mas Adi? Bagaimana cinta pertamanya? Pernakah ia patah hati?
Begini
jawaban beliau, "Huahahaha
enggak mau jawab ah! Yang pasti pernah patah
hati. Ditolak cewek juga pernah! Rasanya ya
aku obati pakai menulis :-p Kalau
mau cerita lengkapnya, main ke rumah saja ya
cut!"
Bagi
semua orang pasti ada orang-orang yang berjasa dalam perjalanan kehidupan
mereka. Tak terkecuali bagi peraih penghargaan juara satu GreenPen Award tahun
2016 ini. Mereka adalah Alm. Bapak Umar Mansur, beliau yang menyekolahkan Mas
Adi hingga bangku MA. Bapak Sayid Imron (Impong), beliau yang meminjami mesin
ketik. Guntur Alam, yang mengajari menulis ke koran. Bpk. Muhammad Alfan, guru
ngaji. Dan terutamatentu saja, kedua orangtua Mas Adi.
Harapan Mas Adi kedepannya untuk AMJ.
"Harapan
ya? Mmm
sepertinya
saya berharap tahun
depan sudah ada yang bisa menggantikan tugas saya :D Harapan selanjutnya adalah
semoga banyak yang mendapatkan manfaat dari sharing-sharing ilmu itu, hingga
lahirlah generasi penulis yang lebih baik lagi," tukas Beliau.
Bagi
sahabat AMJ yang ingin tahu lebih lanjut tentang lelaki yang murah senyum ini
bisa mengunjungi blog pribadinya di https://langitsemestacerita.blogspot.com.
Salam
literasi. Bersuluh literasi kami menerangi dunia.
0 komentar:
Posting Komentar