Oleh
: Rif‘ati Ihsan
Aku mulai berjalan mendekati papan pengumuman
di lorong gedung. Aku berusaha mengendap-endap di kerumunan orang. Aku mulai
mencari namaku dari satu kolom ke kolom lain. Alhasil, namaku tidak tercantum
di papan pengumuman. Tubuhku mendadak terasa lemas, tulang kaki seakan lunglai.
Aku shock
dan kacau, bagaimana tidak? Aku sudah berkorban banyak agar
bisa mengikuti audisi menyanyi ini. Mulai dari aku tidak mendapat izin dari abah,
sampai persoalan biaya untuk menunjang penampilanku saat audisi berlangsung.
Aku sadar bila persiapanku kurang matang dan tidak serius setiap latihan vocal
sehingga aku gagal. Andai waktu bisa kuputar, aku berjanji akan berlatih dengan
bersungguh-sungguh, namun nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi. Aku hanya
bisa menyesalinya. Sekarang, aku mulai dilanda rasa takut yang teramat
dalam.
Apa
yang aku sampaikan pada Ambo dan Abah di rumah? Aku takut mereka kecewa, pikirku
dalam lamunan. Aku bahkan bimbang untuk menyelesaikan masalah ini. Apakah aku
tetap pulang ke rumah atau sejenak menginap di rumah teman, aku takut Ambo dan Abah mencariku. Akhirnya kuberanikan diri pulang. Dari kejauhan, terlihat
mereka tengah menunggu. Aku mencoba menenangkan pikiranku dan terlihat tetap santai.
“Bagaimana, Nak. Kamu lolos audisi
tidak?” ucap Ambo tidak sabar.
“Maaf, Ambo, Abah. Aku tidak lolos
audisi menyanyi, Ambu” ucapku menahan air mata.
“Tidak apa, Nak, tahun depan kita
coba lagi” ucap Ambo menenangkanku. Tanpa merespons Abah pergi
meninggalkanku dan Ambo yang masih berada di teras depan rumah.
“Maafkan aku, Ambo. Aku sudah
mengecewakan kalian. Sampai Ambo dan Abah rela cari pinjaman untuk modal beli make
up dan baju bagus untuk audisiku.”
“Tidak apa, yang penting kamu sudah
mencoba. Mungkin memang belum rezekimu. Tetap semangat dan berlatih lagi. Bukankah
kamu ingin menjadi penyanyi terkenal, kan?”
“Iya, Ambo, aku ingin menjadi
penyanyi.”
“Kamu harus optimis dan kamu harus
giat berlatih. Ambo selalu doakan kamu bisa menjadi penyanyi sungguhan.”
“Terima kasih, Ambo.”
***
Hari demi hari telah berlalu, setiap
hari aku berlatih dengan bersungguh-sungguh. Aku juga masih bekerja untuk
membantu meringankan beban orangtuaku dan menabung untuk audisi tahun depan.
Setahun telah berlalu. Saat audisi
tiba, tahap demi tahap aku mulai lolos. Sampai menyisihkan 5 besar. Aku harus
mengikuti karantina dan meninggalkan Ambo dan Abah di rumah. Aku semakin sering
berlatih dan berdoa. Sampai pada
akhirnya menyisahkan 3 besar. Di detik-detik babak final aku berjuang keras
untuk bisa menjadi juara dan membuat Ambo dan Abah bangga. Aku ingin menjadi
penyanyi karena menyanyi adalah impianku sejak kecil. Saat malam penentuan
pemenang tiba, tak disangka aku menang
juara pertama. Namaku mendadak menjadi terkenal. Aku mendapat hadiah uang,
piagam, dan berbagai hadiah lainnya. Tentunya hadiah itu aku persembahkan
kepada Ambo dan Abah yang selalu mendoakanku. Sekarang aku sering mendapat job
menyanyi dimana-mana. Bahkan, aku sudah terikat kontrak dengan salah satu cafe
yang terkenal di daerahku. Ini berkat
kerja kerasku selama ini, dan doa dari orangtuaku. Meski sempat gagal setahun
tapi aku tidak patah semangat dan hilang harapan. Karena aku percaya orang yang
hebat justru terlahir dari sebuah kegagalan, tapi mereka selalu bangkit dan
pantang menyerah untuk meraih impianya.
Jepara-Bumi
Kartini, 24 Februari 2017
0 komentar:
Posting Komentar